Kamis, 14 April 2011

ASFIKSIA NEONATORUM

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi Asfiksia Neonatorum
Asfiksia neonatorum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapatmengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya.
Keadaan ini disertai dengan hipoksia , hiperkapnia, dan berakhir dengan asidosis. Hipoksia yang terdapat pada penderita hipoksia ini merupakan faktor terpenting yang dapat menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin.
Haupt (1971) memperlihatkan bahwa frekuensi gangguan pedarahan pada bayi sebagai akibat hipoksia sangat tinggi. Asidosis, gangguan kardiovaskuler serta komplikasinya sebagai akibat langsung dari hipoksia merupakan penyeba utama kegagalan adaptasi bayi bayu lahir (James, 1958). Kegagalan ini akan sering berlajut menjadi gangguan pernafasan pada hari-hari pertama setelah lahir (James, 1958). Penyelidikan patologi anatomis yang dilakukan oleh Larrhoce dan Amakawa (1971) menunjukkan nekrosis berat dan difusi pada jaringan otak bayi yang meninggal karena hipoksia. Karena itu tidaklah mengherankan bahwa sekuele neurologis sering ditemukan pada penderita asfiksia berat. Keadaan ini sangat menghambat pertumbuhan fisis dan mental bayi dikemudian hari. Untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan tersebut diatas, perlu dipikirkan tindakan istimewa yang tepat dan rasionil sesuai denganperubahan yang mungkin terjadi pada penderita asfiksia.

2.2 klasifikasi dan Tanda Gejala Asfiksia

1) Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada
2
asfiksia berat adalah sebagai berikut :
a. Frekuensi jantung kecil, yaitu <40 x/menit
b. Tidak ada usaha nafas
c. Tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada
d. Bayi tidak dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan
e. Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
f. Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan

2) Asfiksia sedang (nilai APGAR 4-6)
Pada asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
a. Frekuensi jantung menurun menjadi 60-80 x/menit
b. Usaha nafas lambat
c. Tonus otot biasanya dalam keadaan baik
d. Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan
e. Bayi tampak sianosis
f. Tidak terjadi kekurangan oksigen yang bermakna selama proses persalinan

3) Asfiksia ringan (nilai APGAR 7-10)
Pada asfiksia ringan, tanda dan gejala yang sering muncul adalah sebagai berikut :
a. Takipnea dengan nafas lebih dari 60 x/menit
b. Bayi tampak sianosis
c. Adanya reaksi sela iga
d. Banyi merinti (grunting)
e. Adanya pernafasan cuping hidung
f. Bayi kurang beraktivitas
g. Dari pemeriksaan auskultasi diperoleh hasil ronchi, rales, dan wheezing positif

2.3 Etiologi

1) Pada janin, kegagalan pernafasan disebabkan oleh beberapa hal berikut :
a. Gangguan sirkulasi dari ibu ke janin, diantaranya disebabkan oleh beberapa hal berikut.
3
• Gangguan aliran pada tali pusat, hal ini biasanya berhubungan dengan adanya lilitan tali pusat, simpul pada tali pusat, tekanan yang kuat pada tali pusat, ketuban pecah yang mengakibatkan tali pusat menumbung dan kehamilan lebih bulan (post term)
• Adanya pengaruh obat, misalnya pada tindakan SC yang menggunakan narkosa.
b. Faktor dari ibu selama kehamilan.
• Gangguan his, misalnya karena atenia uteri yang dapat menyebabkan hipertoni.
• Adanya perdarahan pada plasenta previa dan solutsio plasenta yang dapat menyebabkan turunnya tekanan darah secara mendadak.
• vaso kontriksi arterial pada kasus hipertensi kehamilan dan pre eklamsia dan eklamsia.
• Kasus solutsio plasenta yang dapat menyebabkan gangguan pertukaran gas (oksigen dan zat asam arang).

2) Menurut Towel, asfiksia bisa disebabkan oleh beberapa faktor yakni faktor ibu, plasenta, fetus, neonatus.
a. Ibu
Apabila ibu mengalami hipoksia maka janin juga akan mengami hipoksia yang dapat berkelanjutan menjadi asfiksia dan komplikasi lain. Hipoksia ibu ini dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetika atau anaestesia dalam.
Gangguan aliran darah uterus. Mengurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya pengaliran oksigen ke plasenta dan demikian pula ke janin . hal ini sering ditemukan pada keadaan:
• Gangguan kontraksi uterus, misalny hipertoni, hipotoni atau tetania uterus akibat penyakit atau obat
• Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
• Hipertensi pada penyakit eklamsia, dll.

4
b. Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, misalny solusio plasenta, perdarahan plasenta, dll.
c. Fetus
Kompresi umbilikus akan dapat mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antar ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada tali pusat menumbung,tali pusat melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, dll.
d. Neonatus
Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu :
• Pemakaian obat anaestesia atau analgetika yang berlebihan pada ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin
• Trauma yang terjadi pada persalinan misalnya perdarahan intrakranial
• Kelainan kongenital pada bayi, misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernafasan, hipoplasia paru, dll.
2.4 Patofisoilogi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
5
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

2.5 Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :

1. Edema otak & Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.

2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.

3.Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.

6
2.6 Penatalaaksanaan
Tindakan yang dapat dilakukan pada bayi asfiksia neonatorum adalah sebagai berikut:
1. Bersihkan jalan napas dengan penghisapan lendir dan kasa steril.
2. Potong tali pusat dengan teknik aseptik dan antiseptik
3. Segera keringkan tubuh bayi dengan handuk atau kain kering yang bersih dan hangat
4. Nilai status pernapasan.
Lakukan hal-hal berikut bila ditemukan tanda-tanda asfiksia:
a) Segera baringkan dengan kepala bayi sedikit ekstensi dan penolong berdiri di sisi kepala bayi dari sisa air ketuban
b) Miringkan kepala bayi
c) Bersihkan mulut dengan kasa yang dibalut pada jari telunjuk
d) Isap cairan dari dalam mulut dan hidung.
5. Lanjutkan menilai status pernafasan.
Nilai status pernafasan apabila masih ada tanda asfiksia caranya dengaan menggosok punggung (melakukan rangsangan taktil). Bila tidak ada perubahan segera berikan napas buatan.















7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Etiologi asfiksia yaitu biasanya terjadi pada bayi karena berbagai faktor yaitu faktor ibu, plasenta, fetus dan neonatus. Terjadi apabila saat lahir bayi mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga kekurangan persediaan O2 dan kesulitab pengeluaran CO2. Komplikasi asfiksia adalah Edema otak & Perdarahan otak, Anuria atau oliguria,Kejang, dan Koma. Tanda dan gejala yaitu Asfiksia ringan : Skor apgar 7-10, Asfiksia Sedang : 4-6, Asfiksia berat : Skor apgar 0 – 3.

3.2 Saran

1. Mahasiswa bisa paham dan mengerti apa itu asfiksia.
2. Mahasiswa bisa memahami dan melaksanakan tindakan segera pada bayi yang terkena asfiksia.















8
DAFTAR PUSTAKA

Nany Lia Dewi, Vivian. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita.Jakarta: Salemba Medika.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: FK UI.
http://teguhsubianto.blogspot.com
http://sariwiryanetty.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar